Salam budaya,BERIKUT adalah satu lagi cerpen karya saya, semoga kehadirannya dapat memberikan arti bagi kehidupan.
YESUDHAS
"SELAMAT PAGI DUNIA"
Karya : Yesudhas
Kedamaian!
Itulah yang membuat aku sekarang terdampar di Kota ini. Aku ingin mencari kedamaian! Entah apakah keputusanku untuk meninggalkan Jakarta adalah sebuah keputusan yang tepat atau tidak. Entah kedamaian macam apa yang ingin aku rasai, atau tempat macam mana yang bisa memuaskan kerinduanku akan sebuah kedamaian. Aku belum tahu gambaran apapun tentang apa yang aku cari. Aku hanya ingin pergi! Jauh dari kota Jakarta! Jakarta tak akan bisa memberikan sebuah kedamaian seperti yang aku inginkan. Perasaanku mengatakan demikian!!
Itulah pertama kali aku kembali mempercayai perasaanku setelah lama terkungkung dalam pergulatan yang penuh perhitungan-perhitungan untung rugi. Selama itu pula aku telah membiarkan perasaanku berlari jauh entah sembunyi kemana, mungkin di sudut yang paling kelam dan dingin dalam hatiku, karena aku sudah tidak menghiraukannya. Kemudian aku merasa menjadi jenuh dengan segala kesibukan yang selalu mengikis nurani dan perasaanku. Entah mengapa…
Kekalutanku memuncak, hingga akhirnya aku memutuskan untuk segera pergi ke suatu tempat yang tenang dan indah. Tapi aku belum tahu kemana, bahkan ketika aku telah berada di tengah-tengah kepungan asap hitam pekat serta hiruk pikuk suara mesin bis di terminal Pulo Gadung. Aku masih belum tahu akan kemana, hingga akhirnya aku bermalam di sana, meringkuk di salah satu kursi tunggu. Aku betul-betul merasa bingung, tak punya arah sedikitpun.
Akhirnya, aku memutuskan memilih naik sebuah bis yang menuju ke sebuah kota kecil di kaki sebuah pegunungan setelah mendapatkan tawaran ongkos yang keterlaluan murahnya dari seorang kondektur. Tentu saja harga itu tanpa tiket, jadi langsung masuk ke kantong kondektur dan sopir bis. Orang cari duit memang ada saja akalnya. Aku juga masih tak tahu kenapa keputusanku tergantung pada sebuah harga, padahal tiket pesawatpun tidak akan kesulitan aku beli. Tapi aku merasakan kepuasan!
Dan .. Satu bulan lebih aku telah berada di kota ini....
Tak ada apapun yang aku peroleh, apa yang aku rasa sama saja dengan ketika aku berada di Jakarta. Aku berada di antara riuh suara-suara para pedagang yang menawarkan jualan mereka, para calo berebut penumpang, pengemis yang memelas, pabrik-pabrik, mall, tugu yang kumuh, hutan yang mulai gundul, pegunungan yang dipenuhi asap dan raungan mesin-mesin motor, buruh-buruh yang berebut angkot, semua sama seperti Jakarta, hanya kemacetannya saja yang tidak.
Aku melihat di sekitarku, orang-orang lugu berebut keuntungan yang tak seberapa besarnya dengan saling ngotot hingga urat-urat mereka menegang. Seperti biasanya, tak ada yang mengagetkan. Mereka kalap! Segala keriuhan itu tak sedikitpun mampu mengurangi kesunyian dalam hatiku, aku merasa sendiri … sangat sendiri ! Tapi aku masih belum ingin pergi dari kota ini, aku yakin akan menemukannya di sini.
Aku menyetir sebuah mobil yang aku sewa selama aku berada di Kota ini. Aku ingin berkeliling, udara sangat dingin, sebab hari masih pagi. Langit merah dari arah timur, tapi puncak gedung-gedung menutupi sebagian hingga indahnya menjadi berkurang. Aku ingin mencari fokus pandang yang tepat, supaya langit itu semakin tampak indah. Aku terus menyetir mobil sambil sesekali mengamati langit. Langit masih merekah merah, sebab hari masih sangat pagi.
Aku menghentikan mobil di pinggir jalan aspal kecil yang kalau dilihat ke arah depan tampak berkelok-kelok seperti ular akan menelan bola merah yang menggantung di langit. Sebelah kanan aku melihat persawahan yang membentang berkotak-kotak seperti tak pernah putus. Sebelah kiri adalah gedung tua berarsitektur Belanda, berhalaman luas dengan puluhan pohon-pohon mangga yang telah mulai berbuah.
Aku mematikan mesin mobil. Dari sini aku mendapatkan fokus pandang yang sangat tepat, langit merah berhias awan berombak-ombak, di sana ada merah, biru, coklat, ungu, putih serta hitam. Beberapa burung menari-nari dalam bingkai pandangku, juga pohon-pohon yang sangat hijau diayun sepoi angin. Tiba-tiba hatiku menjadi sejuk, aku merasakan kerinduan … kerinduan yang sangat damai ….
Aku keluar dari mobil dan melangkah menyusuri pinggiran jalan yang sepi. Beberapa kendaraan lewat, namun jarak antara satu dengan lainnya sangat berjauhan. Aroma tanah dan rumput basah mengalir lembut lewat hidungku lalu masuk ke paru-paru dan menyebar keseluruh aliran darahku, segar dan sangat nyaman. Aku terus melangkah perlahan, mengisi kehampaan mataku dengan pemandangan yang membentang, aku ingin membiarkan tubuhku larut dan menyatu dengan keindahannya.
Sayup-sayup terdengar suara orang bernyanyi, datang dari arah timur bersama hembusan angin, merdu walaupun tidak terlalu jelas terdengar. Aku menuju ke arah suara itu, memastikan siapa yang sepagi ini telah bernyanyi. Dan semakin dekat aku dengan suara itu, hatiku terasa semakin bergetar …sepoi angin memberi bisikan di telingaku … Sebuah kerinduan …
Aku duduk di atas batu tidak jauh dari mereka. Seorang gadis, domba-domba putih, seekor anjing dan dua ekor kelinci. Gadis itu belum terlalu dewasa, mungkin sekitar 18 tahun, dia bernyanyi laksana di atas panggung opera sedang binatang-binatang itu sebagai lawan mainnya dan hamparan warna hijau sebagai setting dengan latar belakang langit yang masih pagi, ada bangunan yang saling bersinergi di sana. Tiba-tiba aku mendapatkan pencerahan dari pemandangan yang terhampar dalam bingkai pandangku.
Gadis itu bernyanyi, bukan untuk sanjungan dan gemuruh tepukan, dia sekedar berbagi perasaan bersama sekitarnya, dan aku merasakan sebuah ketulusan. Beberapa lagu telah aku nikmati dari bibir cantiknya, ada riang, ada pemberontakan, ada kesedihan, ada kepasrahan, ada kepuasan, semua mengalir membentuk alur yang menggetarkan jiwaku. Aku belum pernah tahu lagu-lagu itu sebelumnya, aku yakin baru pertama kali ini mendengarnya.
Aku merasa mataku menjadi sembab, pipiku basah …… aku menangis. Inilah keindahan! Sungguh beruntung aku menemukannya, keindahan yang damai …. Yang memberikan ketenangan. Aku ingin mereguk sepuas-puasnya untuk mengisi dahaga jiwaku. Tiba-tiba aku sangat mencintai kehidupan … Dengan tulus …
Aku masih terpana di atas batu ketika gadis itu berlalu sambil menggiring domba-dombanya yang berwarna putih. Aku berharap dia tetap bernyanyi seperti tadi. Aku ingin mencegahnya, sebab aku merasa sangat nyaman dan takut kepergiannya kembali menghadirkan sunyi dalam diriku. Tapi udara telah mulai panas, pagi beranjak menuju siang.
Aku membiarkan mereka berlalu. Tampak gadis itu bersama anjingnya menggiring domba-domba, seekor kelinci tenang dalam gendongannya sedang yang satu lagi melompat-lompat mengikuti di belakang. Mereka berarak-arakan perlahan semakin menjauh. Sayup-sayup masih terdengar suara gadis itu bernyanyi, terkadang juga tawa riangnya.
Dan ketika mereka tak lagi nampak, aku merasakan kembali kesunyian.
***
“Saya mencintai ilalang, dan tak tahu bagaimana rasanya jika kehilangan mereka.”
“Aku tak ingin merenggut apapun darimu, aku hanya ingin engkau mengabarkan pada dunia, tentang kehidupan yang telah engkau miliki …. Segalanya.”
“Bukankah setiap apapun memiliki kehidupan?”
“Tapi masing-masing terlalu mengagungkan dirinya sendiri.”
“Seharusnya semua saling berbagi.”
“Benar … dan aku ingin engkau berbagi, tentang ilalang … tentang domba-domba, kelinci, pohon-pohon, tentang kesedihan … kebahagiaan … kedamaian … pemberontakan … tentang pagi …”
“Tapi saya takut mereka tidak menyukai saya.”
“Percayalah, semua akan menyukaimu, karena engkau dipenuhi cinta.”
Bahkan seorang bajingan materialistis seperti aku telah memberikan segala cinta padanya, pada kehidupan. Yah … gadis itu mampu membuka ruang-ruang gelap dalam diriku, hingga semua menjadi terang, dan hanya kejujuran serta ketulusan yang sekarang ini berkata.
***
“Banyak artis yang mencari Bapak, mereka ingin bekerjasama dalam pembuatan album, ada lagi yang memohon supaya dilibatkan dalam sinetron-sionetron serta film produksi Bapak, beberapa pendatang baru bahkan menawarkan keuntungan yang besar jika Bapak bersedia membantu mengorbitkan mereka, puluhan lagi adalah para artis yang sudah turun pamornya, mereka ingin supaya Bapak membantu mengangkat kembali eksistensi mereka di dunia entertainment.
“Selain badut-badut itu, para PR dari berbagai sponsor juga menghubungi saya dan mengajak kerjasama. Semua saya suruh menunggu sampai Bapak selesai dengan segala urusan yang sedang dikerjakan. Seringkali saya merasa kebingungan menghadapi desakan dari mereka semua untuk segera memperoleh kepastian tentang kerjasama yang telah ditawarkan.
“Semua nama telah saya catat, juga kompensasi yang ditawarkan, beberapa kali mereka menghubungi lagi dan menaikkan tawaran keuntungan yang dijanjikan.
“Untuk segala macam urusan bisnis yang menyangkut perusahaan-perusahaan dan saham-saham yang Bapak miliki, semua tetap berjalan dengan lancar dan laporannya telah saya siapkan, Bapak bisa periksa kapan saja.”
Aku kembali teringat tentang Jakarta, sungguh hanya keuntungan dan keuntungan saja yang selalu mengisi kepalaku. Aku tak perduli tentang kapasitas apalagi kualitas, aku hanya berhitung tentang seberapa besar kekayaan yang telah aku dapatkan. Aku tak perduli walau yang aku jual hanyalah bungkusan kosong yang berhias mutiara-mutiara imitasi. Tapi sungguh … banyak orang yang suka, bahkan mengoleksinya. Aku terlena lalu menjadi jenuh dan kalut.
“Sungguh? … Bapak ingin mengadakan pertunjukan opera dengan seorang bintang yang belum terkenal?”
“Dia punya kemampuan untuk tidak sekedar menjadi seorang bintang.’
“Tapi siapa yang akan dipilih menjadi sponsor?”
“Kali ini tanpa sponsor, aku akan mendanainya sendiri.”
“Siapa orang beruntung itu? kapan Bapak membawanya ke Jakarta?”
“Bukan beruntung … , tapi dia telah mengawali semuanya dengan sangat baik. Tolong kamu persiapkan semua, orkestra, panggung, pers, undangan, dan sebagainya. Bawa semuanya ke sini, aku akan memberikan sebuah kabar yang sangat indah kepada dunia, aku ingin berterimakasih pada kehidupan.”
Asistenku kembali memastikan apa benar bukan di Jakarta, dan aku jawab … “Tidak!”
Namaku sudah tidak asing lagi di dunia entertainment, semua mengenal dan berlomba untuk mengajakku bekerjasama. Aku adalah seorang produser besar. Saat ini aku telah mencapai kesuksesan hingga bergelimang kekayaan, bahkan sekarang aku juga telah memiliki beberapa perusahaan yang bergerak tidak hanya di bidang entertainment saja. Semua orang menghormati aku. Bahkan terkadang rela menggadaikan harga dirinya untuk sekedar mendapatkan perhatian dariku. Telah lama aku merasa tersanjung dan membuatku terbuai dalam ayunan harta serta tahta. Setiap kata yang terucap dari mulutku adalah sebuah kebenaran. Tak ada yang berani membantah, mereka takut celaka. Sebab aku mampu membeli kehormatan mereka sekalipun, dengan uangku.
Tapi aku selalu merasa sendiri, walau lebih banyak waktuku habis di keriuhan kehidupan glamour yang penuh dengan gelegak tawa serta aroma anggur yang memabukkan. Aku sunyi … Selalu saja kegelisahan itu menyelip diantara tawaku. Memang sekitarku dipenuhi orang-orang yang menjadikan kehidupanku menjadi bergemuruh, namun mereka hanya sebatas menganjing saja. Begitu lama aku berusaha menikmati semuanya, tapi aku menjadi kalut … semakin kalut. Aku kehilangan diriku, menguap bersama busuk dan anyir limbah!
Lalu gadis itu mulai membantu aku menemukan kembali diriku … utuh. Sejak pertama melihatnya sampai kemudian bertegur sapa dengannya.
“Pagi ini cerah, menjadikan segala terasa indah.”
“Setiap pagi adalah indah, walau mendung atau hujan sekalipun.”
“Hanya beberapa gelintir orang saja yang mampu menemukannya. Aku bersyukur saat ini dapat menikmatinya.”
“Bukankah setiap hari ketika malam telah berlalu adalah pagi?”
“Namun tak pernah aku sempat menghirup kesegarannya.”
“Saya selalu bernyanyi saat hari mulai pagi.”
Sungguh hatiku semakin tersayat. Aku merasa telah habis. Apapun yang telah aku lakukan dan peroleh tiba-tiba menjadi tak punya arti sedikitpun … dihadapannya. Aku tersedot ke dalam ruangan hampa.
“Siapa yang mengajarkan lagu-lagu itu padamu?”
“Saya menulisnya sendiri, untuk saya nyanyikan ketika sedang menggembalakan ternak-ternak saya.”
“Mengapa engkau hanya bernyanyi di sini?”
“Mereka adalah teman-teman saya, semua yang ada di sini, dan saya tidak merasa takut sebab telah mengenal mereka.”
Lalu kami saling bicara tentang berbagai hal. Terkadang mengajaknya bernyanyi bersama. Telah berhari-hari dan aku semakin akrab dengannya, dia adalah seorang anak baik, lugu dan tak sedikitpun layak untuk disakiti. Aku mencintainya sebagaimana cinta seorang ayah terhadap anaknya, walaupun sebenarnya aku belum pernah menjadi seorang ayah sebab sampai sekarangpun ketika umurku telah kepala lima, aku belum juga menikah. Namun dia telah mengajarkan padaku tentang bagaimana perasaan seorang ayah terhadap anaknya. Dan aku menikmati semuanya … Aku merasakan kedamaian.
Aku ingin merengkuhnya, memberikan apapun yang aku miliki untuknya. Dia adalah embun yang setiap tetesannya memberikan kesejukan pada keningku. Aku akan mengantarnya untuk menyapa dunia, dengan lagu-lagunya, dengan teduh matanya, dengan gemulai geraknya, dengan ketulusan dan kasihnya. Tapi dia adalah kristal yang kapan saja bisa pecah oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab. Dia adalah salju yang sangat mudah meleleh tersengat panas.
Tapi aku akan membantunya untuk menjadi kuat. Agar dia dapat mengajar dunia…..
Tamat
Senin, 05 Desember 2011
"SELAMAT PAGI DUNIA" CERPEN KARYA YESUDHAS
PERHATIAN
=================================================
Trading di pasar Forex melibatkan resiko yang tinggi, termasuk kemungkinan kehilangan dana secara total dan kerugian lainnya, yang tidak cocok untuk semua anggota.
Klien harus memiliki pertimbangan yang baik tentang apakah trading sesuai untuk anda / anda mengingat nya / kondisi finansial, pengalaman investasi, toleransi resiko, dan faktor lainnya.
=================================================