Senin, 05 Desember 2011

SKENARIO DRAMA PENDEK KARYA YESUDHAS "KEMBALI PADA FITRAH"

SKENARIO DRAMA PENDEK KARYA YESUDHAS

KEMBALI PADA FITRAH




Para Tokoh :
1. Ibu Nisa
2. Bapak Rustam
3. Citra
4. Novi
5. Mila
6. Arman
7. Rista
8. Bu Zubaedah


Sinopsis :

“Keluarga adalah tempat bersandar, dimana kita dapat menumpahkan kebahagiaan, maupun kesedihan.

Keluarga adalah tempat untuk berteduh, dimana kita dapat terlindung dari berbagai cuaca.

Keluarga adalah tempat kita berpulang, saat kita telah lelah dalam mengarungi liku liku kehidupan.

Begitu pentingnya sebuah keluarga, hingga kita harus berjuang untuk mempertahankan keutuhannya.”

Kudus, 24 Maret 2006.


BABAK I

ADEGAN I

(di taman)

Citra duduk, dia sedang melukis. Tidak berapa lama kemudian Arman datang.

Arman :
“Citra .. Mengapa akhir akhir ini, engkau selalu menghindar dariku. Sebenarnya apa kesalahanku?”

Citra :
“Tidak ada, aku hanya ingin menghilangkan kekalutan yang saat ini selalu mengganggu perasaanku.”

Arman :
“Sebelumnya kamu tidak pernah seperti ini. Apa ada masalah dengan hubungan kita?”

Citra :
“Tidak Arman, hubungan yang kita bangun selama ini tetap baik baik saja.”

Arman :
“Tapi mengapa engkau manjauh? Bahkan tak pernah lagi menemui aku. Apa engkau sudah tidak membutuhkan aku lagi? Apa ….. ada orang lain … pria lain yang saat ini ada dalam hatimu?”

Citra :
“Arman ! sedikitpun aku tak pernah berniat untuk menghianatimu. Bagiku, kehadiranmu dalam hidupku adalah cahaya yang semakin memberikan terang dalam perjalanan hidupku.”


Arman :
“Tapi saat ini aku merasa kita semakin jauh.Aku takut kehilangan kamu. Citra .. bicaralah … Apa sebenarnya yang sedang bergolak dalam fikiranmu? Jujurlah padaku. Jangan biarkan aku gelisah seperti ini.”

Citra :
“Aku hanya ingin menyendiri dulu. Tolong jangan menambah beban dalam hatiku. Aku sedang kalut,tapi aku belum dapat berterus terang kepadamu. Percayalah .. sampai saat ini aku masih berharap bahwa hubungan kita tetap baik. Hanya saja .. saat ini aku sedang tidak ingin diganggu.”

Arman :
“Jadi kehadiranku kau anggap mengganggu?! Baiklah, mungkin engkau sudah tidak menginginkan aku berada di sampingmu lagi .. Semoga engkau menemukan kebahagiaan seperti yang engkau inginkan. Selamat tinggal Citra.”

Arman pergi. Tampak kesediahan dan kekecewaan di wajahnya.

Citra :
(Lirih) “Arman …….. Maafkan aku Arman.”


ADEGAN II

Setelah Arman pergi, Citra duduk melamun. Dia memandang lukisannya. Sesaat kemudia, dua orang teman Citra datang. Mereka adalah Mila dan Novi.

Mila :
“Ternyata kamu di sini ya .. Kami sudah mencarimu kemana mana. Apa yang kamu lakukan di sini?”

Mila mendekati Citra, dia mengamati lukisan sahabatnya itu.



Novi :
“Citra, akhir akhir ini kamu banyak berubah. Kamu sekarang jadi pendiam, suka menyendiri. Sebenarnya ada masalah apa sih? Kenapa kamu menjadi seperti ini?”

Citra :
“Aku tidak apa apa, kalian tidak perlu cemas.”

Mila :
“Tidak mungkin Citra …. Kami merasa kehilangan kamu, kami merindukan Citra … sahabat kami yang dulu. Citra yang periang, selalu tersenyum, dan perhatian kepada teman temanya.”

Novi :
“Kalau kamu seperti ini terus, kami jadi ikut sedih, ceritakanlah apa sebenarnya yang terjadi pada dirimu. Mungkin dengan begitu, beban fikiranmu akan sedikit berkurang.”

Citra :
“Kalian sahabat yang baik. Tapi aku tidak dapat bercerita pada kalian. Doakanlah supaya cobaan yang sedang aku hadapi ini segera berakhir. Semoga Tuhan memberikan jalan yang mudah.”

Mila :
“Kami selalu berdoa demi kebaikanmu, percayalah .. Tuhan akan selalu memberikan petunjuk kepadamu. Karena engkau orang yang baik.”

Citra :
“Terimakasih … Aku pulang dulu … “

Citra mengemasi lukisannya, selanjutnya meninggalkan tempat itu. Mila dan Novi memandang dengan sedih.

Novi :
“Dia melukis seekor ikan … Ikan itu sedang berenang di air yang keluar dari mata ikan itu sendiri.”

Mila :
“Tampaknya persoalan yang dia hadapi sangat berat. Sebelumnya .. dia tidak pernah seperti ini.”

Novi dan Mila kembali memandang ke arah perginya Citra. Tiba tiba Arman dan Rista datang.

Arman :
“Apa kalian tahu di mana Citra?”

Mila :
“Baru saja dia pergi, memangnya ada apa?”

Novi :
“Arman, kamu adalah orang yang paling dekat denga Citra, tentunya kamu tahu tentang masalah yang menimpa diri kekasihmu itu.”

Arman :
“Justru itulah .. aku betul betul tidak tahu sama sekali, bahkan aku telah menuduh Citra berbuat macam macam. Aku bahkan meragukan kesetiaan Citra selama ini. Aku bersalah, aku ingin minta maaf kepadanya.”

Novi :
“Memangnya kenapa tiba tiba kamu menyesal seperti ini?”

Arman :
“Rista sudah menceritakan semua kepadaku. Ternyata Citra sedang menghadapi masalah keluarga yang sangat besar. Ooh … aku terlalu terburu buru menyalahkan dia.”

Mila :
“Memangnya apa yang terjadi dengan Citra?”


Rista :
“Begini, akhir akhir ini kehidupan rumah tangga keluarga Citra mengalami guncangan yang sangat hebat. Ayah dan ibunya terlibat percekcokan yang sering mengarah pada pertengkaran. Bahkan kabar terakhir yang aku dengar, ayah dan ibu Citra akan bercerai.”

Novi :
“oh Tuhan .. Apa benar begitu? Dari mana kamu tahu?”

Rista :
“Kebetulan papaku adalah rekan kerja ayah Citra .. Dan papa tahu banyak tentang masalah itu karena sering diajak berdiskusi. Awalnya, papaku tidak bersedia menceritakan tentang permasalahan ini kepadaku. Tapi aku memaksa papa, karena tidak tega melihat Citra berubah menjadi seperti itu. ”

Mila :
“Apa penyebabnya?”

Rista :
“Entahlah .. kata papa, tiba tiba saja ayah dan ibu Citra selalu mengalami kesalahpahaman, hingga hal hal sepele pun bisa menjadi pemicu perselisihan.”

Arman :
“Kehidupan rumah tangga memang selalu mengalami pasang surut, kadang bahagia … kadang terjadi guncangan.”

Novi :
“Pantas saja Citra menjadi murung seperti itu, pasti dia sangat sedih dan malu.”

Mila :
“Dia malu kalau kita mengetahui bahwa ayah dan ibunya akan bercerai.”

Ristra :
“Aku bersalah karena telah menceritakan hal ini pada kalian. Tapi aku betul betul tidak bisa tenang memikirkan apa yang dialami Citra.”

Arman :
“Kamu tidak bersalah, justru sekarang aku menjadi sadar bahwa tidak selamanya aku harus menuntut Citra untuk menceritakan segala yang dialaminya. Aku harus mencoba percaya sepenuhnya. Kadang kita memang merasa berat untuk berterus terang tentang sesuatu hal.”

Ristra :
“Kita doakan saja saja semoga keluarga Citra mampu mengatasi cobaan ini dan diberikan jalan yang terbaik.”

Novi :
“Semoga Citra tetap tabah menghadapi semua ini.”

Mila :
“Mari kita pulang.”


Mereka bergegas pergi.


BABAK II

(Di rumah Citra.)

Ibu Citra berjalan cepat masuk ruang dengan penuh kemarahan. Ayah Citra menyusul dari belakang.

Ayah :
“Ibu … ibu …!! Ibu selalu saja menuduh sembarangan.”

Ibu :
“Aaaaah ….. sudah sudah .. tidak perlu mengelak!”

Ayah :
“Tapi tolong beri aku kesempatan untuk menjelaskannya!”

Ibu :
“Apa lagi yang perlu dijelaskan. Alasan manalagi yang akan ayah katakan!! Semua sudah jelas!!”

Ayah :
“Jelas apanya? Seharusnya ibu berfikir dulu sebelum bicara! Jangan menghukumi aku seperti itu!”

Ibu :
“Jadi maksud ayah … aku harus diam saja melihat tingkah laku ayah?”

Ayah :
“Tingkah laku mana yang ibu maksud?”

Ibu :
“Ayah sudah tidak pernah memperhatikan keluarga, tidak sayang lagi sama keluarga. Ayah terlalu sibuk hingga tak ada sedikitpun waktu luang untuk keluarga. Entah apa yang ayah lakukan di luar sana!”

Ayah :
“Tentu saja bekerja. Entah apa sebenarnya yang membuat otak ibu menjadi berfikir negatif.. Selama ini aku bekerja keras demi membahagiakan keluarga, supaya keluarga ini dapat hidup berkecukupan! Kurang apalagi?!”

Ibu :
“Yang ayah fikirkan cuma materi! Kebahagiaan tidak hanya diukur dengan kekayaan saja!”

Ayah :
“Ah … cukup !! cukup !! Ibu tidak perlu berkhotbah! Yang penting selama ini aku telah berhasil membuat keluarga ini tidak kekurangan suatu apa! Terserah ibu mau ngomong apa. Aku tidak mau tahu!”

Ibu :
“Mungkin diantara kita sudah tidak ada lagi kecocokan!”

Ayah :
“Jadi apa mau ibu sebenarnya!!”

(Citra dan ibu Zubaedah datang.)

Bu Zub :
“Oh Tuhan … kenapa tiba tiba suasana rumah ini berubah menjadi panas seperti ini? Rustam … Nisa … Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa kalian masih menggunakan emosi dalam menyelesaikan masalah? Kalian semakin bertambah tua, mestinya kalian mampu mengontrol emosi!!”

Citra :
“Bu Dhe .. sebaiknya Bu Dhe duduk dulu.”

Bu Zub :
“Aku betul betul terkejut saat Citra datang ke rumahku dan menceritakan semua tentang kalian. Kenapa kalian lebih mementingkan ego masing masing, tanpa berpikir akibat yang akan terjadi selanjutnya?!”

Citra :
“Ayah .. Ibu … maafkan Citra … Citra terpaksa bercerita kepada Bu Dhe. Citra betul betul tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat. Citra sedih melihat ayah dan Ibu yang selalu saja bertengkar. Citra takut kalau sampai keluarga ini berantakan.”

Bu Zub :
“Lihat anak kalian ini. Dia menderita karena perbuatan kalian!!”

Ayah :
“Tapi Nisa yang selalu memulai mbak !! Dia menuduh dan memojokkan aku.”


Ibu :
“Itu karena mas Rustam tidak pernah mendengarkan kata kataku!”

Bu Zub :
“Sudah sudah … Aku tidak mau tahu apa masalah yang menimpa kalian! Kalian sudah cukup tua untuk dapat menyelesaikannya sendiri! Aku hanya tidak ingin Citra menjadi korban keegoan kalian. Apalagi dalam waktu dekat ini, Citra akan menghadapi ujian akhir. Jangan sampai dia tidak lulus hanya karena terganggu dengan masalah kalian.”

Citra :
“Ayah … Ibu … Jangan sampai perselisihan ini berlarut larut. Citra mohon, ayah dan ibu saling memaafkan dan kembali rukun seperti dulu. Citra rindu suasana damai dalam keluarga ini.

Bu Zub :
“Aku akan mengajak Citra tinggal di rumahku untuk sementara. Supaya dia tenang dan dapat kembali konsentrasi pada sekolahnya.”

Ibu :
“Tapi mbak ………”

Bu Zub :
“Kalian selesaikanlah permasalahan kalian dengan baik, setelah itu kalian bisa jemput Citra di rumahku. Aku tahu kalian sayang sama Citra. Jadi janganlah berbuat sesuatu yang berakibat fatal. Citra membutuhkan naungan keluarga yang tentram.”

Ayah :
“Jangan ajak Citra .. rumah ini pasti akan menjadi sepi tanpa dia.”

Bu Zub : “Aku harus mengajak Citra … supaya dia menjadi tenang. Nah aku pergi dulu … ayo Citra ..”

(Bu Zubaedah dan Citra pergi. Ibu dan Ayah memandang dengan penuh kesedihan.)

Ayah :
“Ternyata kita telah membuat satu satunya anak yang kita cintai menjadi menderita.”

Ibu :
“Mungkin kita harus lebih banyak merenung lagi. Supaya kita dapat lebih saling mengerti dan memahami.”

Ayah :
“Sungguh aku menyesal, kenapa di usia kita yuang semakin tua ini, masih saja kita mengumbar emosi.”

Ibu :
“Dan anak kita menjadi korban … kasihan sekali dia.”

Ayah :
“Maafkan aku bu … kita harus mulai memperbaiki sikap demi masa depan anak kita.”

Ibu :
“Biarlah Citra sementara ini tinggal di rumah Mbak Zubaedah. Supaya dia menjadi tenang. Lagipula kita juga dapat memanfaatkan waktu ini untuk lebih merenungi kembali apa yang selama ini kita perbuat.”

Ayah :
“Kita harus meluangkan lebih banyak waktu untuk saling berkomunikasi. Maafkan aku bu …”

Ibu :
“Aku juga minta maaf . Oh ya bagaimana kalau kitya membersihkan rumah ini. Sudah lama sekali kita tidak pernah melakukannya sendiri.”

Ayah :
“Betul sekali … kita menjadi malas karena selalu bergantung pada pembantu.”

Ayah dan ibu saling berpandangan .. mereka tersenyum dan saling memegang tangan.

END

Silahkan Untuk Berbagi

Anda dapat membagikan , menyebarkan , mengkopi , menyalin artikel SKENARIO DRAMA PENDEK KARYA YESUDHAS "KEMBALI PADA FITRAH" ke media berbagi anda sebebasnya tapi dengan menyantumkan sumbernya . atau dengan mengkopy kode berikut ini untuk menyantumkan sumber posting ini .

Original article by : | Trader Forex Indonesia |

Indahnya berbagi !

Related Posts by Categories

PERHATIAN

=================================================
Trading di pasar Forex melibatkan resiko yang tinggi, termasuk kemungkinan kehilangan dana secara total dan kerugian lainnya, yang tidak cocok untuk semua anggota.

Klien harus memiliki pertimbangan yang baik tentang apakah trading sesuai untuk anda / anda mengingat nya / kondisi finansial, pengalaman investasi, toleransi resiko, dan faktor lainnya.
=================================================