Senin, 05 Desember 2011

SKENARIO DRAMA PENDEK KARYA YESUDHAS "KASIH IBU"

SKENARIO DRAMA PENDEK KARYA YESUDHAS
KASIH IBU
Karya : Yesudhas



ADEGAN I
Siang hari, di sebuah taman kota.

(4 anak berseragam sekolah berlari, mereka berhenti dengan nafas terengah engah.)

Romi : “Wah Gila bener, capek banget !! Ah untung saja kita tidak ketangkap !!”

Dika : “Iya, coba kalau kita ketangkap, pasti kita akan dihukum, disuruh membersihkan WC sekolah.”

Sinta : “Seperti gerombolan si Pitak, yang ketangkap soal bolos kemarin!”

Fajar : “Mereka memang tidak profesional, begitu saja sombongnya sudah selangit. Ngomong sama orang orang kalau gank mereka tuh yang paling funky, padahal bolos saja gak becus!”

(Mereka tertawa terbahak bahak.)

Romi : “Eh ngomong ngomong mana si ceriwis? Kok gak kelihatan? Padahal tadi kan dia ikutan bolos?”

Dika : “Jangan jangan dia ketangkap !! Wah payah .. kalau dia sampai melaporkan kita bolos, besok kita pasti akan dihukum.”

Sinta : “Gak mungkin, dia itu kan licin, punya beribu cara buat berkelit.”

Fajar : “Eh itu kan si Ceriwis ……. !!”

(Mereka bersama sama memanggil ceriwis. Seorang anak perempuan berseragam sekolah datang.)

Riris : “Gimana sih kalian, katanya kita satu gank, kok malah aku ditinggal sih? Payah kalian, gak setia kawan, penghianat!”
Romi : “Wah sorry teman, tadi keburu buru, jadi nggak ingat kamu!”
Riris : “Dasar! Masak orang cakep kayak gini bisa kalian lupain sih?” (Bergaya)
Koor : “Huuuuuuuuuuu!!”
Dika : “Memangnya kamu tadi kenapa kok terlambat?”
Riris : “Yah aku kena musibah, soalnya tadi sewaktu lompat pagar sekolah ……. Eh malah bajuku kecantol pagar. Aku kan jadi panik .. untung saja aku selamat.”

(Fajar Mengeluarkan HP dari saku dan menelpon seseorang. Teman temannya memperhatikan HP baru yang digenggam Fajar.)

Sinta : “Wah baru ya …… kapan belinya?”
Fajar : “Kemarin. Aku sudah bosen sama HP lamaku, jadi ya aku ganti aja.”
Riris : “Aku juga, nih HP ku juga baru kok. Maklum, hari gini nggak ngikuti mode, bisa – bisa kita dianggap nggak trendi, nggak gaul, payah kan.”
Dika : “Kamu sih enak, orang tua kamu selalu menuruti apa yang kamu inginkan. Kalau orang tuaku nggak begitu. Sulit banget dimintain duit. Aku mesti nangis nangis dulu supaya dituruti apa kemauanku. Tapi nggak apa apa sih .. orang tuaku sudah kalang kabut kok kalau aku ngambek.”
Romi : “Kamu nggak malu pakai nangis nangis segala?”
Dika : “Kenapa harus malu? Yang penting bisa mendapatkan apa yang aku inginkan. Kadang kadang malah mesti ngamuk segala. Misalnya membanting perabotan rumah seperti piring, gelas, vas bunga dan lain lain. Motor saja aku banting kok.”
Koor : “Wah hebat !! (Semua bertepuk tangan.)
Sinta : “Eh kamu sendiri gimana Romi? Kok kelihatan adem adem saja. Nggak pernah ribut soal apapun yang lagi ngetrend. Wah kampungan sekali sih kamu. Ntar kamu dikucilin sama temen temen baru tau rasa lo.”

(Romi diam, teman-temannya mencibir.)

Fajar : “Aduh lapar sekali nih!!”
Riris : “Eh .. itu ada penjual gorengan … cepat panggil kesini.”

(Mereka memanggil manggil, tapi Romi hanya diam saja dan menjauh. Seorang ibu penjual gorengan datang. Tampak salah tingkah dan sebentar mencuri pandang kearah Romi , mereka tampak gelisah.)

romi : “Eh .. aku mau pergi dulu… ada sesuatu yang harus aku kerjakan.”
Fajar : “Nanti bareng bareng …kita makan dulu.”
Romi : “Nggak ah .. aku pergi dulu.” (Lalu bergegas pergi.)
Dika : “Aneh sekali … biasanya kalau ada makanan pasti langsung disikat habis.”
Sinta : “Sudahlah kita makan saja. Sudah lapar nih.”
Riris : “Ayo sikat …… tunggu apa lagi?”

( Anak anak itu mengambil makanan dan memakan dengan lahapnya.)

Fajar : “Eh makanannya kok bau sih bu?”
Ibu : “Nggak kok nak, ini baru saja digoreng.”
Fajar : “Maksudnya bau bakwan. Ha ha ha haha !”
Dika : “Wah enak sekali di sini, kita nggak ikut pelajaran matematika. Ah stress mikir hitung hitungan, rumus rumus!!”
Sinta : “Ya…… tiap kali ikut pelajaran matematika, tiba tiba perutku selalu mual.”
Riris : “Kalian memang anak anak bandel, seharusnya kalian tuh senang dengan pelajaran matematika. Seperti aku nih. Soalnya pelajaran itu melatih kita untuk berfikir secara rasional.”
Fajar : “Kok kamu bolos?”
Riris : “Aku kan ngikuti kalian. Saling setia gitu loh.”
Dika : “Memangnya ulangan kemarin kamu dapat nilai berapa?”
Riris : “Tujuh dong.”
Sinta : “Aku sih lima, habisnya nggak dapat contekan sih.”
Dika : “Kalau aku sih empat sudah cukup. Soalnya malamnya aku nggak belajar. Sibuk mikirin si doi.”
Fajar : “Untung saja aku pas sakit, jadi gak ikutan ulangan.”
Koor : “Huuuuuuu.”
Fajar : “Ah kenapa kalian terkejut? Bagiku sekolah tidak penting, Cuma buat ngisi waktu luang saja. Lagipula bias nampang. Aku kan anak orang kaya, suatu saat orang tuaku akan memberikan warisan yang bisa aku pakai buat modal. Jaman sekarang, pinter saja percuma kalau tidak punya modal!”
Dika : “Pantas saja di sekolah kerjamu Cuma nampang saja. Tapi betul sih, sekarang semua pakai duit. Siapa yang punya duit, maka dia yang berkuasa.”
Riris : “Eh udah kenyang nih ,kita cabut yuk.”
Sinta : “Ya, aku juga mau pergi ke plaza. Aku mau beli pakaian buat acara nanti malam.
Fajar : “Nanti malam jadi nonton konser di Java hotel kan?”
Dika : “Tentu dong, mumpung dompet ku lagi tebal. Soalnya baru dapat jatah dari mami sama papi.”
Riris : “Aku juga ,, pokoknya nanti malam aku mau foya foya sampai puas. Yok kita cabut.”

(Mereka bermaksud pergi tapi dicegah oleh ibu penjual gorengan.)

Ibu : “Tunggu !! Jangan pergi dulu nak, kalian kan belum bayar.”
Dika : “Bayar apanya .. makanan gak enak gitu kok disuruh bayar. Sorry ya..!”
Ibu : “Kalau tidak enak kenapa habisnya banyak sekali?”
Sinta : “Habis bukannya ditelan, tapi dimuntahin semua.”
Riris : “Pokoknya kita tidak mau bayar. Ayo pergi.”
Ibu : “Tolong bayar nak, penghasilan ibu Cuma ini.”
Fajar : “Kenapa sih maksa terus. Makanan gak enak disuruh bayar.”

(Anak anak itu pergi. Ibu penjual gorengan berusaha mengejar. Tetapi tiba tiba terjatuh sehingga gorengan yang masih tersisa tumpah semua. Sang ibu memungut gorengan yang tercecer sambil menangis.)

Ibu : “Tuhan, berilah ketabahan kepada hamba dalam menghadapi cobaan ini. Ampunilah dosa mereka. Berikan petunjuk kepada mereka, supaya mereka tersadar.”

(Ibu penjual gorengan bangkit dan berjalan perlahan meninggalkan tempat itu, tampak air matanya masih menetes.)

ADEGAN II
DI SEBUAH RUMAH.

Seorang anak perempuan sedang menjahit menjahit baju. Sang ibu datang.
Leni : “Ibu, kenapa pulang terlambat. ………. Ibu habis menangis?”
Ibu : “Tidak nak, mata ibu terkena debu.”
Leni : “Ibu harus segera memberi obat tetes mata, jangan sampai mata ibu menjadi sakit.”
Ibu : “Sudahlah, nanti juga akan baikan. ( Ibu duduk.) Bagaimana cuciannya?”
Leni : “Sudah beres bu, saya juga sudah menyetrika semuanya, nanti malam sudah bisa kita antar semuanya.”
Ibu : “Syukurlah … .”

(Romi Datang.)

Ibu : “Sudah pulang Rom?”
Romi : “Bu, kenapa sih tadi ibu berjualan di sana?”
Ibu : “Ibu tidak tahu kalau kamu juga ada di sana Rom. Saat itu kan masih jam pelajaran.”
Leni : “Kamu makan saja dulu.”
Romi : “Bu …… Romi minta duit.”
Ibu : “Itu di dompet ada uang 5000. ambil saja.”]
Romi : “Nanti malam Romi ada acara sama teman teman. Semuanya bawa uang banyak.”
Ibu : “Banyak itu berapa? Kalau acaranya tidak pas buat kamu, mendingan kamu tidak usah ikut.”
Romi : “Bu, Romi kepingin seperti teman teman. Mereka bisa senang senang main. Dari dulu Romi tidak pernah hidup senang, susah terus. Pokoknya nanti malam Romi kepingin pergi. Romi butuh duit, kalau Cuma 5000 buat apa?”
Ibu : “Bukankah selama ini ibu selalu memberi kamu uang supaya kamu bisa main main. Memang ibu tidak bisa memberi lebih, karena memang Cuma seperti itu kemampuan ibu. (Mengeluarkan beberapa lembar uang ribuan dari dompet.) ini .. ibu Cuma punya ini. Ambillah.”
Romi : (Sesaat memandang uang di tangan ibunya, lalu mengibaskan hingga berserakan.) ibu tidak sayang sama Romi, nggak pernah berusaha membuat Romi senang.”
Leni : “Apa sih yang kamu inginkan? Kamu tidak pantas bicara seperti itu kepada ibu. Apa sih mau kamu sebenarnya?”

(Romi Menoleh ke Leni lalu segera pergi. Ibu menangis sambil memungut uang yang tercecer.)

Leni : “Ibu …….. ibu baik baik saja kan?”
Ibu : “Adikmu benar, ibu memang tidak pernah dapat membahagiakan kalian. Seharusnya kalian tidak menderita seperti ini. Seharusnya kalian bisa tertawa menikmati masa muda kalian, tapi ibu tidak bisa memberikan segalanya .. ibu bersalah.”
Leni : “Tidak bu …. Ibu telah memberikan kasih sayang kepada kami, cinta ibu begitu agung menerangi hati kami. Mungkin adik khilaf hingga tertutup mata hatinya.”
Ibu : “Ibu ke dalam dulu.”

(Ibu berlalu, Seorang anak perempuan datang, adik yang paling kecil.)

Reni : “Dimana ibu kak?”
Leni : “Di dalam kamar. Bagaimana les kamu?”
Reni : “Lancar kak. Ohya tadi ibu guru mengatakan bahwa bakti yang paling tinggi adalah bakti terhadap ibu.”
Leni : “Tentu saja …… seorang ibu menderita berat selama 9 bulan, berdarah darah saat melahirkan belum lagi kasih sayang dan cintanya dalam mendidik dan membesarkan kita. Sungguh agung jasa seorang ibu.”
reni : “Suatu saat Reni ingin membuat ibu bahagia. Hingga ibu tidak lagi memikirkan kesusahan seperti sekarang ini. Kasihan ibu selalu kerja keras untuk kita.”
Leni : “Tidak perlu menunggu nanti, sekarang pun kamu bisa membahagiakan ibu, dengan berbakti dan menuruti segala nasehatnya. Ibu melakukan segalanya dengan seluruh hidupnya untuk keberhasilan kita.”

(Tiba tiba seorang polisi datang.)

Sony : “Permisi ……”
Koor : “Silahkan masuk ….”
Sony : “Ibu ada?”
Leni : “Sebentar saya panggilkan.” (Masuk.)
Ibu : “Oh Nak sony. Ada apa nak, apa yang terjadi dengan Romi?”
Sony : “Begini bu, tadi Romi terkena kasus pencurian di sebuah toko. Setelah saya introgasi, ternyata kemudian saya tahu bahwa Romi anak ibu. Jadi saya langsung mengajaknya ke sini.”
Ibu : “Kenapa kamu melakukan itu Rom. Kenapa? Nak sony, maafkan Romi. Jangan sampai dia masuk penjara. Semua ini salah ibu karena tidak bisa mendidiknya dengan baik.”
Sony : “Tidak bu, ibu tidak mungkin bersalah. Karena saya tahu betul bahwa ibu sangat baik dan penuh kasih sayang. Saya pernah merasakan saat ibu mengasuh saya waktu masih kecil. Saat itu ibu betul betul memberikan ketulusan dan memperlakukan saya seperti anak ibu sendiri.”
Leni : “Rom, seharusnya kamu bersukur karena kita masih dapat hidup dengan tenang walaupun kita banyak kekurangan. Di luar sana, masih banyak orang orang yang jauh lebih menderita. Kamu seharusnya berusaha keras untuk dapat menggapai masa depan yang lebih baik.”
Romi : “Maafkan saya bu, saya menyesal. Saya telah tergiur oleh kesenangan. Saya tidak pantas menjadi anak ibu. Saya selalu menyusahkan ibu. Hukulah saya bu, biarkan saya menebus segala dosa yang selama ini saya lakukan.”
Ibu : “Sudahlah, engkau tidak bersalah. Tuhan telah membukakan hatimu. Ibu bangga kepadamu karena kamu telah mengakui kesalahanmu.”
Sony : “Saya permisi dulu bu, lain kali saya akan berkunjung kesini lagi. Saya ada tugas untuk melakukan operasi narkoba. Rom kamu jangan mengulangi perbuatan seperti itu lagi. Saat ini saya tidak akan memasukkan kamu ke penjara. Tapi lain kali saya tidak akan memaafkan kamu lagi. Jadilah anak yang berbakti, karena kamu mempunyai seorang ibu yang sangat baik. Permisi.”

(Polisi itu pergi.)

Ibu : “Nah sekarang, mari kita makan bersama. Tadi ibu memasak sayur rebung.”
Romi : “Ya Tuhan, terimakasih karena Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada kami.”
Reni : “Saya bahagia dapat hidup dalam keluarga yang penuh dengan kasih sayang.”

SELESAI

Silahkan Untuk Berbagi

Anda dapat membagikan , menyebarkan , mengkopi , menyalin artikel SKENARIO DRAMA PENDEK KARYA YESUDHAS "KASIH IBU" ke media berbagi anda sebebasnya tapi dengan menyantumkan sumbernya . atau dengan mengkopy kode berikut ini untuk menyantumkan sumber posting ini .

Original article by : | Trader Forex Indonesia |

Indahnya berbagi !

Related Posts by Categories

PERHATIAN

=================================================
Trading di pasar Forex melibatkan resiko yang tinggi, termasuk kemungkinan kehilangan dana secara total dan kerugian lainnya, yang tidak cocok untuk semua anggota.

Klien harus memiliki pertimbangan yang baik tentang apakah trading sesuai untuk anda / anda mengingat nya / kondisi finansial, pengalaman investasi, toleransi resiko, dan faktor lainnya.
=================================================